#GakBeraniMentionUnited – Kenapa
Harus Tidak Berani Mention?
Segi percintaan di Twitter. Menarik,
penuh intrik, dan sesungguhnya sebelumnya aku tidak pernah membayangkan bahwa akan
menyukai seseorang yang aku temui di dunia maya. Tidak setelah aku berjanji
pada diri sendiri bahwa dunia maya adalah hanya tempat sampah untuk ide-ide
liar yang berlarian di otakku. Bagiku, jodoh tidak semestinya ditemukan di
tempat dimana sebagian besar orang memakai topeng, berbentuk kepribadian yang
dia ingin tunjukkan kepada dunia yang tidak ingin dia pertunjukkan tentang
kehidupannya yang nyata.
Namun, lagi-lagi aku terkecoh dengan
kenyataan bahwa tempat sesubur Twitter adalah tempat ditemukannya banyak sekali
pria dengan topeng indah, yang mengundang kita untuk mengetahui bahwa kehidupan
nyatanya juga indah.
Lebih tepatnya, awal aku
mengaguminya tidak melalui Twitter, tetapi Twitter lah yang membuat kita saling
mengenal.
Dan begitulah, aku menemukannya.
Tapi ini tidaklah mudah. Sekalipun
aku tidak pernah menyatakan atau membiarkannya tahu apa yang kurasakan.
Kubiarkan saja perasaan ini dirasakan sendirian. Dan aku punya alasannya.
Pernahkah kamu tahu, di Twitter ada
peraturan tak tertulis. Apabila dirayu di timeline, apalagi di mention, maka
rayuan itu sebenarnya tidak pernah benar-benar serius. Orang yang kita suka,
akan kita dekati melalui Direct Message, untuk kemudian bertukar nomor telepon,
atau PIN BBM lalu dari pembicaraan-pembicaraan rutin basa-basi sehari-hari yang
nantinya akan mengarah kepada meet-up dimulai dari meet-up beramai-ramai sampai
pada akhirnya meet-up hanya berdua mungkin dari hanya iseng kebetulan sedang
lewat kampusnya sekalian makan siang (dan semua orang di dunia tahu bahwa
sebetulnya seseorang tersebut berjuang mati-matian menyetir dari kampusnya nun
jauh disana, mungkin sengaja mengarang alasan ke dosennya untuk menemui teman
dan ijin keluar 30 menit sebelum jam makan siang supaya bisa sampai tepat waktu
di kampus sang pujaan hati yang seolah-olah tidak sengaja dilewati kampusnya
PAS jam makan siang), hingga nonton atau makan malam romantis berdua.
Okay. Tapi itu bukan alasanku untuk
tidak me-mention dia. Dilihat kembali judul dari cerita ini. Aku tidak berani
mention dirinya yang kucinta. TIDAK BERANI. Bukan TIDAK MAU in sake of mau
merayu secara serius melalui Direct Message dan menyatakan cinta kepadanya.
Percayalah, di dalam hati yang
kerdil ini sesungguhnya sangat-sangat iri kepada mereka yang bisa bebas-bebas
saja menyatakan perasaan mereka kepada pasangannya di Twitter. Dalam hati ini
ingin rasanya memamerkan ukuran perasaanku pada dirinya tidak kalah besarnya
dengan yang lain. Percayalah bahwa membiarkan orang-orang tahu tentang
perasaanku kepadanya adalah hal yang paling kuinginkan di dunia.
Tapi dia begitu sempurna. Begitu
baik. Begitu indah. Sudah berkali-kali kubayangkan dan aku tidak akan sanggup
untuk tidak memiliki dia dalam hidupku. Mungkin tidak mengapa bahwa aku tidak
memiliki cintanya. Sungguh tak apa. Aku lebih takut kenyataan bahwa apabila
cinta ini diwujudkan, dan ditumbuhkan bersama, aku khawatir akan ada yang
tersakiti. Dan akan jauh lebih sakit apabila dia yang tersakiti. Atau yang
lebih mungkin terjadi, dia akan lari tunggang-langgang saat tahu apa yang
sebenarnya aku rasakan terhadapnya. And, that’s horror.
Aku pun tahu, bukan aku satu-satunya
wanita yang mengagumi sifat baik dan ketampanan wajahnya. Hanya saja aku
berpura-pura tidak tahu bahwa ada wanita yang bisa lebih ‘berani’ untuk
mengekspresikan perasaannya.
Aku takut, jika aku lebih
mengekspresikan apa yang aku rasakan padanya, dia akan menganggapku sebagai
wanita yang agresif, tetapi aku sudah cukup sabar hanya bisa merelakan dan
mengamini setiap langkah kehidupan dia bersama yang lain.
Namun pada akhirnya, aku menyerah
pada rasa sesak. Aku lelah menahan rindu yang membuncah. Maka untuk 30 hari
berikut, (yah aku tak tahu apakah rasa ini tetap ada sampai 30 hari kedepan,
tapi rasa-rasanya sih iya), aku akan beranikan diriku untuk bercerita. Tentang
cinta, tentang aku, tentang dia yang tidak pernah berani ku mention.
No comments:
Post a Comment