Menunggu itu seperti jeda. Jeda yang ada pada dua
buah buah kata, yang biasa dipakai penulis dengan tanda koma. Pasti ada
kelanjutannya.
Aku tidak pernah melihat bahwa menunggu itu adalah
spasi. Karna buatku, lebih baik kau memberikanku banyak tanda koma dari
pada banyak spasi. Karna bila kau memberikanku banyak spasi, itu akan
menjadikannya kosong. Dan kemudian menjadi jarak.
Kita berdua adalah dua buah kata. Yang berdiri
berjauhan. Dan koma itu adalah waktu. Tentu saja yang berdiri duluan itu
yang memberikan waktu. Entah kamu atau aku yang memberikan waktu, yang
jelas kita sama-sama menunggu? Betapa dungunya.
Kita berdua adalah dua buah kata. Yang berdiri
berjauhan. Dan koma itu adalah gengsi. Yang tidak kenal kata rindu.
Kemudian menyiksa. Kemudian hati mati. Meledak di tengah jalan. Darahnya
berceceran di keypad handphone –ku. Brengsek!
Kita berdua adalah dua buah kata. Yang berdiri
berjauhan. Dan koma itu adalah pisau. Menunggu di rak dapur. Yang di
akhir cerita kita akan tahu. Siapa yang berhasil meraihnya lebih dulu.
Kita berdua adalah dua buah kata. Yang berdiri berjauhan. Dan koma itu diam-diam menjadi spasi yang panjang.
Menunggumu, lambat laun menjadi jarak. Yang membuat
tempat dimana kita berdiri menjadi sangat jauh, tanpa ada embel-embel
‘dekat di hati’. Karna hatipun kini sudah sama-sama mati.
Lalu mulailah keluar banyak lagu lama dari bibir para penyair “sampai kapanpun aku akan menunggumu, sayang” PRET!!
Koma yang tidak beraturan saja tidak bisa kita atasi, lalu jarak yang kosong apa kabar dunia?
1 : 48 aku berhenti menuliskan ini. Dan hanya ada 1 kata panjang yang ingin aku sampaikan.
bisakahakuhanyainginmenunggumutanpaspasi (?)
S E L E S A I
#np Death Cab For Cutie - Transatlanticism
_______________________________________
No comments:
Post a Comment